Sinopsis Novel The Caligrapher’s Daughter, Perjuangan Hidup Seorang Gadis Korea di Tengah Masa Perang Dunia ke Dua
Judul : The Caligrapher’s Daughter
Penulis
: Eugenia Kim
Penerbit
: Gagas Media
Jumlah
Halaman : 601
Tulisan di bawah ini mengandung
spoiler!
Sebagai
seorang gadis yang hidup di Korea pada masa penjajahan Jepang, Najin tidak bisa
dengan leluasa menuntut ilmu setinggi mungkin, tidak peduli seberapa besar dia
menginginkannya. Karena bagaimana pun, posisi perempuan tidaklah sama dengan
lelaki. Perempuan tidak ditakdirkan memimpin, perempuan hanya ditakdirkan patuh
pada lelaki.
Tetapi,
pemerintahan yang baru membawa beberapa perubahan. Antara lain dibukanya
sekolah Kristen untuk warga lokal. Ibu Najin yang melihat potensi dan
kecerdasan putrinya, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Meski
ditentang keras oleh suaminya, dia tidak menyerah dan melakukan berbagai cara
agar Najin bisa bersekolah.
Dan
Najin menjalani beberapa tahun awal pendidikannya dengan sangat baik, bahkan setelah
lulus dia bisa bekerja paruh waktu sebagai pengasuh anak pada keluarga pendeta
gereja setempat. Hal ini membuat Najin bisa berlatih Bahasa Inggris bahkan
mendapatkan bantuan untuk mendapat beasiswa di salah satu perguruan tinggi
terbaik di Soul, hal yang lagi-lagi ditentang oleh ayahnya.
Ayahnya
menginginkan Najin untuk segera menikah, hal yang seharusnya dilakukan oleh
anak gadis seusianya. Sebagai bentuk pemberontakan, diam-diam ibu Najin
mempersiapkan putrinya pergi ke Soul untuk menjadi pelayan istana. Ayahnya
sangat marah tapi tidak bisa melakukan apapun. Melarang putrinya pergi akan
dianggap sebagai penghinaan terhadap kerajaan.
Kehidupan
di Soul berjalan sebaik yang diinginkan Najin. Dia bisa melanjutkan pendidikan,
sekaligus mengabdikan diri pada keluarga kerajaan. Bahkan dia menjadi pelayan
kesayangan Putri Deokhye karena selisih usia mereka yang tidak terpaut jauh.
Semua berjalan begitu sempurna, sampai keluarga kerajaan yang tersisa dipaksa
meninggalkan istana oleh Pemerintah Jepang. Raja meninggal, dan Putri Deokhye
dikirim ke Jepang dengan paksa. Pemerintah Jepang mengambil alih hampir segala
hal, membuat keadaan Soul semakin mencekam. Najin terpaksa pulang ke kampung
halaman. Menjadi guru dan bidan dengan keahlian yang dimilikinya.
Dunia
berada di ambang perang dunia ke dua. Invasi Jepang membuat keadaan warga sipil
di Korea menjadi semakin sulit. Najin yang menyadari bahwa usianya tidak lagi
muda dihadapkan pada kenyataan untuk segera menikah. Hingga akhirnya ada
seorang pemuda baik hati yang berniat meminangnya. Seorang calon pendeta dan
terpelajar, sehingga menarik perhatian Najin. Pemuda tersebut juga berencana
untuk melanjutkan pendidikan di Amerika dan jika mereka menikah, maka Najin
bisa ikut pergi dan melanjutkan kuliah di sana seperti yang selalu
diimpikannya.
Maka
Najin menerima pinangan pemuda tersebut, dengan banyak impian besar yang
menyertainya. Sayangnya, karena sulitnya perizinan untuk bepergian ke luar
negeri, dengan terpaksa rencana kepergiannya ke Amerika tidak bisa dilanjutkan.
Suaminya harus pergi tanpa dirinya. Dan Najin yang malang harus tinggal bersama
keluarga suaminya yang berada di Korea Utara.
Keluarga
suaminya hidup sangat sederhana hingga Najin bahkan tidak memiliki sedikit pun
ruang pribadi untuk dirinya. Belum lagi keberadaannya di sana yang tak ubahnya
seperti seorang pelayan, membuatnya sangat menderita. Hingga akhirnya dia
memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuanya dengan menjual cincin kawinnya
yang merupakan satu-satunya sisa harta yang dia miliki, untuk biaya perjalanan.
Perang
membuat keadaan semakin mencekam. Najin terus mengirimkan surat untuk suaminya,
berharap mendapat sedikit kabar, meski akhirnya tidak lagi pernah menerima
satupun surat balasan. Hingga akhirnya tentara Jepang mendatangi rumahnya dan
menuduhnya sebagai mata-mata Amerika. Dia ditangkap dan dipenjara selama
beberapa bulan, dan setelahnya dia harus menyaksikan keluarganya diusir dari
rumah mereka sendiri oleh tentara Jepang. Najin dan keluarganya terpaksa harus
pergi. Mereka memutuskan untuk pergi ke Soul menumpang di rumah seorang bibi.
Di sana mereka harus hidup sederhana karena sulitnya keadaan.
Pada
akhirnya perang berakhir dan Jepang menderita kekalahan. Pasukan Jepang mulai
ditarik mundur dari Korea. Tentara sekutu mulai masuk ke Korea untuk memberikan
bantuan bagi warga sipil. Hingga akhirnya Najin bertemu dan berteman dengan
seorang tentara ramah yang berasal dari Amerika. Najin mulai memikirkan kembali
suaminya, yang pergi menuntut ilmu jauh di negeri seberang sana. Seorang suami
yang hanya dimilikinya semalam saja untuk kemudian pergi hingga bertahun-tahun
lamanya. Tanpa kabar dan tanpa pernah bertemu sekalipun.
Dengan
bantuan teman barunya tersebut Najin berusaha menjalin komunikasi lagi dengan
suaminya. Tapi, akankah ada harapan untuknya bertemu kembali dengan suaminya
setelah kini perang berakhir? Layakkah dia memimpikan kehidupan pernikahan yang
bahagia setelah sekian lama? Apakah suaminya masih mengharapkannya setelah
tahun-tahun panjang yang berlalu?
Komentar
Posting Komentar